Rabu, 30 Maret 2011

Ibuku Seorang Pembohong


Berita heboh terkini. Sebelum berkomentar baca dulu dengan benar yah..
Tidak sengaja saya lihat- lihat trit di forum sebelah, ada satu artikel yang membuat saya langsung menangis.
Kisahnya hampir sama dengan apa yang saya alami. berikut tulisannya...

PEMBOHONGAN IBU YANG PERTAMA.

Cerita ini bermula ketika saya masih kecil. Saya lahir sebagai seorang anak lelaki dalam sebuah keluarga sederhana. Makan minum serba kekurangan. Kami sering kelaparan.

Adakalanya, selama beberapa hari kami terpaksa makan ikan asin satu keluarga. Sebagai anak yang masih kecil, saya sering merengut. Saya menangis, ingin nasi dan lauk yang banyak. Tapi ibu pintar berbohong. Ketika makan, ibu sering membagikan nasinya untuk saya. Sambil memindahkan nasi ke mangkuk saya, ibu berkata : ”Makanlah nak ibu tak lapar.”

PEMBOHONGAN IBU YANG KEDUA

Ketika saya mulai besar, ibu yang gigih sering meluangkan watu senggangnya untuk pergi memancing di sungai sebelah rumah. Ibu berharap dari ikan hasil pancingan itu dapat memberikan sedikit makanan untuk membesarkan kami. Pulang dari memancing, ibu memasak ikan segar yang mengundang selera. Sewaktu saya memakan ikan itu, ibu duduk disamping kami dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang bekas sisa ikan yang saya makan tadi. Saya sedih melihat ibu seperti itu. Hati saya tersentuh lalu memberikan ikan yg belum saya makan kepada ibu. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya. Ibu berkata : “Makanlah nak, ibu tak suka makan ikan.”

PEMBOHONGAN IBU YANG KETIGA.

Di awal remaja, saya masuk sekolah menengah. Ibu biasa membuat kue untuk dijual sebagai tambahan uang saku saya dan abang. Suatu saat, pada dinihari lebih kurang pukul 1.30 pagi saya terjaga dari tidur. Saya melihat ibu membuat kue dengan ditemani lilin di hadapannya. Beberapa kali saya melihat kepala ibu terangguk karena ngantuk. Saya berkata : “Ibu, tidurlah, esok pagi ibu kan pergi ke kebun pula.” Ibu tersenyum dan berkata : “Cepatlah tidur nak, ibu belum ngantuk.”

PEMBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT.

Di akhir masa ujian sekolah saya, ibu tidak pergi berjualan kue seperti biasa supaya dapat menemani saya pergi ke sekolah untuk turut menyemangati. Ketika hari sudah siang, terik panas matahari mulai menyinari, ibu

terus sabar menunggu saya di luar. Ibu seringkali saja tersenyum dan mulutnya komat-kamit berdoa kepada Illahi agar saya lulus ujian dengan cemerlang. Ketika lonceng berbunyi menandakan ujian sudah selesai, ibu dengan segera menyambut saya dan menuangkan kopi yang sudah disiapkan dalam botol yang dibawanya. Kopi yang kental itu tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang ibu yang jauh lebih kental. Melihat tubuh ibu yang dibasahi peluh, saya segera memberikan cawan saya itu kepada ibu dan menyuruhnya minum. Tapi ibu cepat-cepat menolaknya dan berkata : “Minumlah nak, ibu tak haus!!”

PEMBOHONGAN IBU YANG KELIMA.

Setelah ayah meninggal karena sakit, selepas saya baru beberapa bulan dilahirkan, ibulah yang mengambil tugas sebagai ayah kepada kami sekeluarga. Ibu bekerja memetik cengkeh di kebun, membuat sapu lidi dan menjual kue-kue agar kami tidak kelaparan. Tapi apalah daya seorang ibu. Kehidupan keluarga kami semakin susah dan susah. Melihat keadaan keluarga yang semakin parah, seorang tetangga yang baik hati dan tinggal bersebelahan dengan kami, datang untuk membantu ibu. Anehnya, ibu menolak bantuan itu. Para tetangga sering kali menasihati ibu supaya menikah lagi agar ada seorang lelaki yang menjaga dan mencarikan nafkah untuk kami sekeluarga. Tetapi ibu yang keras hatinya tidak mengindahkan nasihat mereka. Ibu berkata : “Saya tidak perlu cinta dan saya tidak perlu laki-laki.”

PEMBOHONGAN IBU YANG KEENAM.

Setelah kakak-kakak saya tamat sekolah dan mulai bekerja, ibu pun sudah tua. Kakak-kakak saya menyuruh ibu supaya istirahat saja di rumah. Tidak lagi bersusah payah untuk mencari uang. Tetapi ibu tidak mau. Ibu rela pergi ke pasar setiap pagi menjual sedikit sayur untuk memenuhi keperluan hidupnya. Kakak dan abang yang bekerja jauh di kota besar sering mengirimkan uang untuk membantu memenuhi keperluan ibu, pun begitu ibu tetap berkeras tidak mau menerima uang tersebut. Malah ibu mengirim balik uang itu, dan ibu berkata : “Jangan susah-susah, ibu ada uang.”

PEMBOHONGAN IBU YANG KETUJUH.

Setelah lulus kuliah, saya melanjutkan lagi untuk mengejar gelar sarjana di luar Negeri. Kebutuhan saya di sana dibiayai sepenuhnya oleh sebuah perusahaan besar. Gelar sarjana itu saya sudahi dengan cemerlang, kemudian saya pun bekerja dengan perusahaan yang telah membiayai sekolah saya di luar negeri. Dengan gaji yang agak lumayan, saya berniat membawa ibu untuk menikmati penghujung hidupnya bersama saya di luar negara. Menurut hemat saya, ibu sudah puas bersusah payah untuk kami. Hampir seluruh hidupnya habis dengan penderitaan, pantaslah kalau hari-hari tuanya ibu habiskan dengan keceriaan dan keindahan pula. Tetapi ibu yang baik hati, menolak ajakan saya. Ibu tidak mau menyusahkan anaknya ini dengan berkata ; “Tak usahlah nak, ibu tak bisa tinggal di negara orang.”

PEMBOHONGAN IBU YANG KEDELAPAN .

Beberapa tahun berlalu, ibu semakin tua. Suatu malam saya menerima berita ibu diserang penyakit kanker di leher, yang akarnya telah menjalar kemana-mana. Ibu mesti dioperasi secepat mungkin. Saya yang ketika itu berada jauh diseberang samudera segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Saya melihat ibu terbaring lemah di rumah sakit, setelah menjalani pembedahan. Ibu yang kelihatan sangat tua, menatap wajah saya dengan penuh kerinduan. Ibu menghadiahkan saya sebuah senyuman biarpun agak kaku karena terpaksa menahan sakit yang menjalari setiap inci tubuhnya. Saya dapat melihat dengan jelas betapa kejamnya penyakit itu telah menggerogoti tubuh ibu, sehingga ibu menjadi terlalu lemah dan kurus. Saya menatap wajah ibu sambil berlinangan air mata. Saya cium tangan ibu kemudian saya kecup pula pipi dan dahinya. Di saat itu hati saya terlalu pedih, sakit sekali melihat ibu dalam keadaan seperti ini. Tetapi ibu tetap tersenyum dan berkata : “Jangan menangis nak, ibu tak sakit.”

Setelah mengucapkan pembohongan yang kedelapan itu, ibunda tercinta menutup matanya untuk terakhir kali.
Anda beruntung karena masih mempunyai ibu dan ayah. Anda boleh memeluk dan menciumnya. Kalau ibu anda jauh dari mata, anda boleh menelponnya sekarang, dan berkata, ‘Ibu,saya sayang ibu.’ Tapi tidak saya, hingga
kini saya diburu rasa bersalah yang amat sangat karena biarpun saya mengasihi ibu lebih dari segala-galanya, tapi tidak pernah sekalipun saya membisikkan kata-kata itu ke telinga ibu, sampailah saat ibu menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Ibu, maafkan saya. Saya sayang ibu…..

di kutip dari :  http://www.kaskus.us/showthread.php?t=7079786

Dulu sewaktu ibu saya masih hidup, ibu terkadang mengeluh kalau dia selalu kapanasan kalau tidur.
Mungkin cuma itu kejujuran ibu yang pernah aku dengar . Biasanya beliau tidak pernah berkeluh kesah.
Selalu saja tutupi semuanya di depanku.

Begitu saya ada rejeki, saya buat kamar mirip rumah kecil di belakang rumah. saya pasang AC di sana. saya belikan tempat tidur yang empuk. saya ingin ibu bisa tidur senyaman mungkin.
Lalu apa yang terjadi ...ibu menangis memeluk aku.
dia bilang "heksa, ibu bangga punya anak seperti kamu"

Besoknya dia pamerkan kamar barunya kepada tetangga sambil berkata " kamar ini anaku yang buat ..loh"

tidak hanya itu saja dia juga bawa teman-teman pengajiannya ke rumah, dia pamerkan kamar barunya itu sambil selalu berkata dangan bangga " ini heksawati yang buat loh..."

Bayangkan hanya dengan membuat sebuah kamar.
Berapa biaya membuat kamar ? tidak sampai puluhan juta. tidak sampai membuat kita bangkrut. tapi hanya dengan kamar itu ibu bisa bangga punya anak seperti aku.

Bagi anda yang sudah mempunyai keluarga. mungkin anda bisa hidup senang dengan anak istri /suami.
Anda lakukan yang terbaik buat mereka. Anda bisa buat mereka senang. Anda bisa ajak mereka naik mobil anda. Anda ajak buat mereka bertamasya , makan enak setiap hari. Anda bahkan buat rumah bagus untuk mereka.
Tapi pernahkah anda terpikir untuk membuat senang orang yang berada di belakang kesuksesan kita. Membuat senang ibu kita ?

Setiap ada rejeki, Yang pertama kita kasih kabar adalah anak istri / suami kita. Yang  pertama kita buat senang-senang adalah  keluarga kita.
tanpa pernah ingat untuk ikut menyenangkan ibu kita.

Kita  kalau kita ada masalah, orang yang pertama kita temui adalah ibu kita. Kita hanya ingat beliau ketika kita susah.

Masih pantaskah kita di panggil seorang anak ? masih pantaskah kita di panggil sebagai orang terhormat ?

Bagi teman-teman yang masih mempunyai ibu,..Jangan pernah sia-siakan seorang ibu.
Buatlah beliau bangga telah mempunyai anak seperti kita.
Buatlah beliau bangga hingga mau berdiri sambil menunjuk ke arah kita " Lihatlah Dia itu anakku  !!!!"
Jangan pernah tunggu sampai terlambat.

Untuk ibu,..Semoga engkau tenang di alam sana..
Aku sayang kamu,... Ibu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar